Sosok lelaki ideal mungkin berbeda di masing-masing mata orang. Lelaki ideal secara harfiah dimaknai sebagai sosok yang mempunyai kecukupan dan kecapakan dalam berperan. Peran untuk menjadi seorang lelaki, suami, dan ayah. Sosok lelaki seperti ini mungkin mudah dipahami secara tekstual tapi sulit untuk dipahami secara kontekstual.

Saat manusia bicara tentang maskulinitas, ada sejarah yang cukup panjang dalam membangun kontruksi maskulinitas ini. Sejarah panjang tentang sosok berawal dari kisah-kisah dewa Yunani. Ada juga pandangan sosok lelaki ideal ini muncul bersamaan dengan code of hammurabi yang ada sejak era Mesopotamia kuno. Lain halnya lelaki di abad pertengahan digambarkan sebagai sosok yang menghargai wanita dan punya jiwa ksatria. Beda juga konsep lelaki di era Victoria, sosok lelaki ideal adalah konsep yang usang.

Pandangan tentang sosok yang ideal dari seorang lelaki memiliki banyak versi. Selalu ada saja perkembangan tentang konsep maskulinitas dan kelaki-lakian ini. Banyaknya varian konsep tentang sosok ideal yang dimiliki lelaki justru mengaburkan makna tentang konsep ideal itu sendiri. Konsep fisik dan psikis selalu menjadi poin penting dari bentuk ideal.

Konsep Lelaki Ideal Dalam Sosok Lelananging Jagad

Sosok lelananging jagad mungkin bisa disebut juga sebagai konsep ideal yang dicerminkan oleh lelaki. Berbeda dengan konsep maskulinitas yang berkembang di eropa, lelananging jagad adalah konsep untuk mencerminkan lelaki yang dinilai ideal bagi masyarakat Jawa. Konsep ini muncul dari perjalanan kisah para tokoh pewayangan di masa hidupnya.

Lelananging jagad sendiri adalah sosok yang dicitrakan dalam kisah pewayangan. Seorang lelaki yang memiliki jiwa ksatria, berwibada, penuh kasih, dan segala hal positif lainnya. Sosok ini biasanya dicitrakan pada tokoh-tokoh pahlawan yang ada dalam pewayangan. Meskipun, konsep untuk mencitrakan lelaki ideal dalam pewayangan tetapi konsep tersebut belum tentu bisa diterima oleh semua orang.

Hal sederhana yang membuat konsep lelananging jagad tidak membuat kesepakatan mutlak tentang sosok ideal seorang lelaki karena kesalahkaprahan dalam memaknainya. Banyak yang menganggap lelananging jagad itu adalah sosok yang tercermin dari tokoh Arjuna. Seorang Pandawa dan ksatria tampan dan gagah berani dengan banyak istri.

Arjuna yang dikisahkan memiliki banyak istri menjadikannya tidak relevan dianggap sebagai sosok yang ideal. Era modern saat ini melihat kesetaran antara lelaki dan perempuan, sedangkan sosok lelaki yang memiliki banyak istri dinilai tidak menjunjung tinggi kesetaraan. Perjuangan para feminisme juga selalu menekankan bahwa lelaki yang memiliki istri lebih dari satu adalah tindakan yang merendahkan kaum perempuan.

Di sisi lain, konsep tentang lelaki yang ideal itu adalah sosok yang mampu menjalin hubungan setara dengan perempuan serta memiliki nilai-nilai ksatria dalam dirinya. Tokoh Arjuna yang sebenarnya memiliki nilai-nilai ksatria dalam dirinya mungkin menjadi sosok ideal bagi masyarakat yang tidak menjunjung tinggi gender. Tapi, bagi masyarakat yang peduli dengan kesetaraan, Arjuna adalah patriarki yang menjunjung konsep maskulinitas tradisional.

Maskulinitas Baru Untuk Lelaki Ideal

Seperti apa yang sudah kita diskusikan di atas, konsep tentang maskulinitas memang berkembang sesuai dengan zamannya. Bahkan, setiap wilayah mungkin saja memiliki konsep maskulin yang berbeda dengan wilayah lainnya. Namun, semua konsep maskulinitas di berbagai wilayah tersebut juga mengalami perkembangan.

Beberapa tahun lalu, sosok lelaki itu tercermin dari bentuk fisik yang bertubuh besar, kekar, bisa berkelahi, dan memiliki kekuatan lebih. Kasus di Indonesia, konstruksi tentang wujud maskulin dalam lelaki tercermin pada setiap film yang aktor utamanya selalu memiliki tubuh yang dianggap ideal, yakni tinggi dan kekar.

Setelah fase itu, konstruksi tentang konsep lelaki berubah dari bentuk fisik ke psikis. Seorang lelaki yang biasanya tercermin pada bentuk tubuh berubah ke cerminan psikologis dan karakter yang dimilikinya. Sikap tanggungjawab, tepat janji, dan berwibawa adalah bentuk perkembangan dari konsep lelaki fase lanjut.

Lalu, kemunculan Korean Wave mengubah lagi paradigma tentang sosok lelaki ideal bagi masyarakat. Setelah melalui fase bahwa lelaki itu harus kekar, harus memiliki karakter yang baik, dan sekarang konstruksi seorang lelaki ada pada orang-orang Korea yang imut dan colorful dalam berpenampilan. Perubahan ini sedang terjadi saat ini di Indonesia. Banyak wanita sekarang lebih mengidolakan para aktor dan penyanyi korea yang imut dan colorful tersebut.

Perubahan konsep tentang maskulinitas dan kelaki-lakian ini memang tidak lepas dari bagaimana masyarakat terkonstruksi. Bentuk perubahan konsep tentang sosok lelaki adalh wujud dari konstruksi sosial yang bergulir di tengah masyarakat. Tidak ada patokan jelas. Tapi, semakin konstruksi yang terbangun itu kuat, semakin kokoh sosok lelaki itu dicitrakan. Dengan kata lain, maskulinitas baru atau new masculinity untuk lelaki ideal tergantung dari seberapa kuat konstruksi itu dibangun.

Sosok Lelaki Ideal Sebenarnya

Mengingat maskulinitas adalah bentuk konstruksi yang dibangun, konsep lelaki ideal sebenarnya juga bisa dibangun dengan wacana-wacana yang sesuai. Jika kita melihat wacana tentang perkembangan tentang konsep maskulinitas, dua hal penting yang tidak pernah luput adalah bentuk fisik dan psikis.

Namun, dari kedua hal tersebut tidak fair jika seorang lelaki harus memiliki fisik yang dicitrakan seperti dewa-dewa Yunani yang bertubuh kekar. Tidak semua lelaki saat ini memiliki fisik yang berotot. Bukan karena tidak mungkin, tapi kurang adil jika semua lelaki disama-ratakan dalam fisik. Hal ini karena setiap orang dianugrahi fisik yang berbeda-beda.

Bentuk psikis adalah kemungkinan terbaik untuk menciptakan sosok lelaki yang ideal. Hal ini karena bentuk psikis menekankan pada pembentukan karakter yang bisa dibangun oleh lelaki manapun tanpa mempertimbangkan kekurangan fisiknya. Dari hal ini, psikis atau psikologis seorang lelaki bisa dikategorisasikan sebagai seorang anak lelaki, teman lelaki, suami, dan ayah.

Dari semua kategorisasi tersebut, menjadi suami hebat dan ayah terbaik adalah kemungkinan terbesar dalam untuk membentuk sosok lelaki yang ideal. Menjadi suami hebat bukan berarti kamu bisa mengontrol istrimu sesuai keinginan, tetapi bagaimana kamu bisa memperlakukan istrimu seperti apa yang dia harapkan. Bukan hanya urusan material tetapi lebih pada ke imaterial.

Selain itu, menjadi ayah terbaik bukan perkara seberapa banyak kamu membelikan mainan untuk anak kamu, tetapi lebih pada seberapa sering kamu meluangkan waktu untuk anak-anakmu. Seorang ayah sebagai kepala keluarga dan memikul beban untuk mencari nafkah tidak menjadi alasan untuk kehabisan waktu. Terlalu sibuk mencari nafkah sampai lupa meluangkan waktu untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga tidak lebih keren daripada seorang ayah yang disebut namanya oleh anak-anaknya saat bersedih.

Sosok lelaki yang ideal bukan persoalan seberapa jauh kita dikonstruksi oleh lingkungan, tetapi seberapa baik kita mengokonstruksi diri kita untuk selalu menjadi seorang lelaki yang bisa diandalkan oleh keluarga.