Dalam menangani anak yang mengidap penyakit asma, diperlukan pola komunikasi yang tertata. Asma adalah jenis penyakit kronis yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit ini menyebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas yang membuat penderitanya mengalami sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi (napas yang mengeluarkan nada tinggi).

Asma bisa diderita oleh semua orang, bahkan usia balita sekalipun. Akan tetapi, asma lebih sering menyerang anak pada usia sekolah (6-12 tahun). Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa hal yang kerap memicu gejalanya muncul, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau paparan zat kimia.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2014, asma menjadi penyebab kematian terbesar ke-13 di Indonesia. Indonesia bahkan menempati peringkat ke-20 sebagai negara dengan tingkat kematian akibat asma tertinggi.

Sebagai penyakit kronis, menangani anak asma memerlukan proses pengobatan yang panjang untuk bisa sembuh. Bahkan sekitar 50% anak-anak yang mengidap asma akan terus mengidap penyakit ini hingga dewasa. Akan tetapi, anak yang asmanya dikelola dengan baik akan tetap mampu hidup normal seperti anak lainnya (Asyanti & Nuryanti, 2010).

Menangani asma anak merupakan tanggung jawab orang tua atau pengasuh. Penanganan asma anak biasanya mencakup beberapa hal seperti mendukung anak untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas (sekolah, bermain, dll.), mengawasi gejala asma, mengawasi kapan dan bagaimana anak mengkonsumsi obatnya, menyediakan obat-obatan ketika habis, membawa anak ke dokter dua kali dalam setahun, mengidentifikasi dan menjauhkan faktor pemicu asma kambuh dari lingkungan anak, serta berkomunikasi dengan anak mengenai sekolah dan perawatan bagi anak asma (Gina, 2004). 

Komunikasi menjadi bagian penting dalam mengelola asma anak, karena menurut Barness dkk (2000) komunikasi akan membuat anak memahami konsep penyakit yang ia derita.

Berkomunikasi Soal Isu Kesehatan

Menurut Young dkk (2003), peran orangtua dalam berkomunikasi dengan anak mengenai isu kesehatan, khususnya menangani anak asma, terdiri atas beberapa peran, yakni: 

1. Mediator

Orang tua berperan sebagai perantara dalam komunikasi antara anak dengan dokter. Orang tua turut hadir dalam sesi konsultasi untuk mengklarifikasi dan mengulangi informasi dari dokter, sehingga anak memahami informasi tentang kesehatannya. Selain itu, orang tua berperan untuk mendorong anak untuk bertanya mengenai kondisi kesehatannya.

2. Wakil

Dalam perannya sebagai wakil, orang tua bertugas mewakili anak dalam menjawab pertanyaan yang sulit dijawab oleh anak.

3. Penyedia informasi

Sebagai penyedia informasi, orang tua juga bertugas mencari informasi terkait asma, yang meliputi fasilitas kesehatan, tindakan pencegahan, penyebab kekambuhan, jadwal kontrol, dsb. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk aktif menggali informasi terkait asma, baik melalui seminar maupun melalui fasilitas kesehatan terdekat.

Pentingnya komunikasi orang tua untuk menangani asma anak

Dengan mengkomunikasikan isu kesehatan dengan anak, anak akan memiliki keterampilan untuk menangani asma sendiri, di antaranya:

  1. Anak bisa menerima bahwa asma adalah penyakit yang berlangsung lama dan butuh perawatan teratur. Dengan begitu, anak akan memahami bahwa dia harus bersabar dalam menjalankan setiap prosedur pengobatan asma yang panjang.
  2. Anak dapat mendeskripsikan asma dan perawatannya secara akurat. Saat anak mengetahui tentang penyakit yang dideritanya dan cara penanganannya, dia bisa mendapatkan pertolongan yang tepat ketika sedang tidak bersama orang tua atau pengasuhnya, contohnya saat sedang berada di sekolah.
  3. Anak berpartisipasi aktif dalam mengontrol dan menangani asma yang mereka derita, seperti memberitahukan apa yang dia rasakan tentang kondisi tubuhnya. Keterlibatan anak dalam mengelola asma akan membuatnya terbiasa menghindari atau mengurangi faktor yang memperparah asma, mengenali gejala dan tanda-tanda asma memburuk, serta mengikuti setiap prosedur pengobatan.
  4. Pada akhirnya pengetahuan terhadap asma akan membuat anak lebih mandiri dalam mengelola asmanya. Anak bisa mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah dan menangani gejala asma dalam berbagai situasi, serta mampu menggunakan sumber daya medis yang tepat untuk melakukan perawatan secara rutin.

Penanganan asma anak akan lebih optimal jika orang tua bisa benar-benar memahami kondisi kesehatan anak. Oleh karena itu, keterlibatan anak dalam menyampaikan informasi terkait kondisi yang ia rasakan juga sangat penting dalam menangani asma. Bagaimanapun juga, anak sebagai penderita pasti lebih tahu tentang kondisinya daripada orang tua yang hanya bisa mengamati.

Referensi:

Syanti, Setia & Nuryanti, Lusi. 2010. Keterkaitan Komunikasi Anak-Orang Tua dengan Manajemen Asma. Eksplanasi Volume 5 Nomor 2 Edisi Oktober 2010