Diana Baumrind (1966) merupakan seorang peneliti yang terkenal dengan teorinya mengenai 3 gaya parenting atau pola asuh serta deskripsinya. Ketiga gaya pola asuh tersebut adalah pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif/demokratis, dan pola asuh permisif. Di kemudian hari ditambahkan gaya pola asuh ke-4, yakni pola asuh neglectful atau abai.

Tiap gaya pola asuh memiliki karakteristiknya masing-masing serta hasil yang berbeda pula. Tentu saja sikap dan perilaku anak juga bisa ditentukan oleh pola asuh yang diterapkan orang tua.

Secara umum, pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri penerapan hukuman pada anak serta aturan yang keras; pola asuh otoritatif memiliki ciri-ciri aturan yang tegas namun menghargai pendapat anak; pola asuh permisif memiliki ciri-ciri membebaskan anak tanpa adanya aturan; dan pola asuh abai cenderung tidak peduli terhadap anak.

Kebanyakan peneliti menganggap bahwa pola asuh otoriter selalu menjadi gaya pola asuh yang menghasilkan tabiat buruk pada anak. Karena pola asuh otoriter cenderung mendidik anak dengan terlalu keras, sehingga banyak anak yang akhirnya membangkang dan berperilaku buruk.

Di sisi lain, meskipun cenderung membebaskan anak tanpa aturan, pola asuh permisif jarang dipandang sebagai pola asuh yang sepenuhnya negatif. Kendati demikian, beberapa penelitian yang akan dipaparkan dalam artikel ini berkata lain.

Salah satunya, menurut Gustia (2017) kurangnya disiplin dalam sikap permisif orang tua justru berpotensi memicu perilaku antisosial pada anak dalam tumbuh kembangnya. Seperti apa perilaku antisosial yang dimaksud?

Pengertian perilaku antisosial pada anak

Dari segi bahasa, perilaku antisosial terdiri atas kata anti yang artinya menentang atau memusuhi, dan sosial yang artinya berhubungan dengan masyarakat. Dengan kata lain, antisosial merupakan sebuah sikap yang melawan kebiasaan masyarakat dan kepentingan umum. Antisosial sebenarnya memiliki definisi yang cukup fleksibel, namun prakteknya perilaku antisosial pada anak mencakup vandalisme, perilaku agresif, melukai, mencuri, berbohong, membantah orang tua, dsb. (Gustia, 2017).

Menurut Silitonga (2010), individu yang memiliki gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder) cenderung melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain dan sering melanggar hukum. Orang yang mengidap gangguan ini biasanya mengabaikan nilai dan norma yang berlaku, sering bersikap impulsif, dan kerap gagal membangun interaksi sosial dengan orang lain, termasuk teman sebayanya hingga keluarganya sendiri.

Biasanya, anak yang memiliki perilaku antisosial membenci aturan sosial (social order) yang berlaku dan kerap mengambil tindakan tanpa memperhitungkan orang lain di sekitarnya.

Schaefer dan Milman (1981, dalam Gustia, 2017) mencetuskan 3 tipe anak antisosial, yaitu:

  1. Passive Resistant Type, yaitu tipe anak yang cenderung diam dan menghindari perintah dengan cara yang pasif. Biasanya mereka tetap mengikuti perintah namun dengan sedikit enggan atau setengah hati.
  2. Openly Defiant Type, atau tipe yang membangkang secara terang-terangan. Biasanya anak secara langsung menolak perintah secara verbal dan langsung.
  3. Spiteful Noncompliance Type, yaitu tipe anak yang justru melakukan hal yang sebaliknya dari apa yang diperintahkan sebagai bentuk pembangkangan.

Mengenal lebih jauh mengenai gaya pola asuh permisif

Pola asuh permisif juga dikenal dengan sebutan indulgent parenting atau pola asuh yang memanjakan anak. Berdasarkan Baumrind (1967) sebagai pencetusnya, orang tua yang permisif bersikap menolerir, memanjakan, dan membiarkan anak berperilaku sesukanya. Keinginan dan tindakan anak selalu dituruti. Berikut adalah beberapa karakteristik pola asuh permisif:

  • Anak cenderung dimanjakan dan dituruti setiap kemauannya.
  • Anak tidak diajarkan untuk bersikap disiplin dan hidup tanpa aturan maupun tuntutan.
  • Tidak ada hukuman untuk anak ketika ia berperilaku menyimpang.
  • Orang tua menempatkan diri lebih seperti teman bagi anak daripada sebagai orang tua.
  • Tidak ada jadwal maupun aturan.
  • Anak dibebaskan dari tanggung jawab.
  • Anak dibiarkan bebas mengambil keputusan tanpa adanya petunjuk dari orang tua.

Mengapa pola asuh permisif berpotensi picu perilaku antisosial pada anak

Baumrind (1967) menjelaskan bahwa orang tua yang permisif cenderung menempatkan diri mereka sebagai sumber daya untuk digunakan oleh anak. Orang tua permisif juga tidak memaksa anak untuk mengikuti standar sosial yang berlaku. Kendati demikian, pola asuh permisif justru membuat anak bersikap egois, gemar menuntut, dan kurang menghargai orang lain (Barton & Hirsch, 2015).

Orang tua yang permisif biasanya selalu memaafkan kesalahan yang diperbuat anak dengan santai. Positifnya, kemampuan sosial anak mungkin akan berkembang karena anak diberi ruang untuk berekspresi dan bertindak sebebas mungkin. Namun nantinya anak akan dengan mudah melawan kuasa orang tua karena orang tua terlalu bersikap selayaknya teman daripada sosok yang seharusnya dihormati. Anak-anak yang diasuh dengan pola asuh permisif akhirnya memandang dunia sebagai sebuah laboratorium untuk mencoba segala hal tanpa takut dihukum, termasuk hal-hal yang menyimpang dan ilegal sekalipun (Kiran, Farooqi, & Ahmed, 2019).

Berdasarkan penelitian yang sama, pola asuh permisif justru lebih lekat dengan perilaku agresi fisik dan pelanggaran aturan oleh anak, dibandingkan dengan pola asuh otoriter. Meskipun pola asuh otoriter juga mampu menghasilkan anak yang senang membangkang, namun efek yang dihasilkan pola asuh permisif lebih permanen karena perilaku antisosial berkembang dalam diri anak secara bertahap. Sedangkan dalam pola asuh otoriter, perilaku menyimpang biasanya hanya hadir sementara dan hilang begitu anak mendapatkan hukuman.

Kesimpulannya, membebaskan anak dari pola didik yang disiplin—seperti dalam pola asuh permisif—justru membuat anak lebih sulit membedakan antara mana yang menyimpang dan mana yang tidak. Alhasil, anak yang merasa bebas mungkin akan lebih memilih untuk mengabaikan aturan sosial yang mengekangnya hingga ia berperilaku seenaknya dan berpotensi merugikan orang lain ketika besar nanti.

Referensi

Barton, A. L., & Hirsch, J. K. (2015). Permissive Parenting and Mental Health in College Students: Mediating Effects of Academic Entitlement. Journal of American College Health, 1-28.

Baumrind, D. (1967). Child care practices anteceding three patterns of preschool. Genetic Psychology Monographs, 75(1), 43-88.

Gustia, E. (2017). TAMPILAN PERILAKU ANTI SOSIAL PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Jurnal Riset Tindakan Indonesia (JRTI), 2(2), 1-9.

Kiran, U., Farooqi, M. T., & Ahmed, S. (2019). Parenting Style and Anti-social Behavior: An Exploratory Study of Secondary School Students. European Online Journal of Natural and Social Sciences, 8(2), 294-308.

Parenting for Brain Editorial. (2020, Januari 17). Permissive Parenting – Why Indulgent Parenting Is Bad For Your Child. Diambil kembali dari Parenting for Brain

Schaffer, M., Clark, S., & Jeglic, E. L. (2009). The Role of Empathy and Parenting Style in the Development of Antisocial Behaviors. Journal of Crime & Delinquency, 586-599.