Asmara atau cinta yang dirasakan pada anak kemungkinan besar merupakan hasil pengaruh orang tuanya. Seorang anak yang dibesarkan oleh orangtua pastinya akan menyerap banyak pelajaran dan prinsip hidup dari orangtua tersebut. Terkadang, anak diibaratkan layaknya spons dengan daya serap yang luar biasa. Itulah mengapa orangtua harus paham akan pentingnya menyaring informasi bagi sang buah hati.

Segala pengetahuan yang orangtua miliki kerap diwariskan pada sang anak. Umumnya pun ketika orangtua telah tiada, maka harta bendanya akan diwariskan pada anaknya. Namun tak kalah penting dengan warisan berupa harta, orangtua juga baiknya mewariskan mengenai indahnya asmara.

Mengapa asmara perlu diwariskan? Jangan meremehkan pengaruh asmara terhadap kemaslahatan kehidupan anak. Terkadang muncul pertanyaan iseng: lebih penting mana, cinta atau uang?

Kehidupan yang diwarnai akan manusia yang berlomba-lomba mengejar kekayaan dan kemapanan seringkali membuat kita semua memalingkan pandangan dari pentingnya cinta. Padahal, tanpa cinta, terkadang bergelimangnya harta bisa terasa hambar.

Lalu, seperti apa wujud asmara yang dapat diwariskan pada anak?

Connolly, Craig, Goldberg, & Pepler (1999) menyatakan dalam penelitiannya bahwa anak—khususnya remaja—merumuskan konsep asmara sejalan dengan konsep yang dimiliki oleh orang dewasa, atau orangtuanya. Artinya, anak belajar, mencontoh, dan menjalani kehidupan percintaannya berdasarkan dari apa yang ia lihat dijalani oleh panutannya, yakni orangtua.

Mewariskan asmara tidak serta-merta berarti bahwa orangtua harus secara langsung memberikan pelajaran maupun petunjuk yang mendetil mengenai perjalanan asmara. Orangtua cukup menunjukkan pada anak bahwa dengan menjalin hubungan asmara atau cinta yang baik, maka sisi kehidupan lainnya akan baik pula. Bagi orangtua, dengan mencintai pasangan, lalu dilanjut dengan mencintai buah dari pasangan tersebut, yakni anak, akan membuat anak secara tidak langsung menyerap mengenai apa itu cinta.

Kendati demikian, namanya warisan belum tentu ia akan selalu memiliki konteks positif. Warisan yang baik belum tentu baik bagi anak, dan warisan yang buruk juga belum tentu akan buruk bagi anak. Semua tergantung ke bagaimana orangtua mewariskannya. Namun sebelum membahas perihal cara mewariskan, mari kita tilik terlebih dahulu apa yang membuat hubungan asmara orangtua dapat mempengaruhi kehidupan asmara anak kelak.

Antara Asmara Anak dan Asmara Orangtua

Apa yang membedakan anak dan orang dewasa dalam memahami asmara? Hatfield & Rapson (1987) menyatakan bahwa pikiran orang dewasa dapat membedakan dengan jelas antara teman lawan jenis dengan pasangan romantis. Namun apakah anak mampu membedakan secara jelas antara dua hubungan tersebut?

Dalam pemikiran orang dewasa, hubungan pertemanan dengan lawan jenis terbatas hanya pada unsur kedekatan yang intim. Sedangkan dalam hubungan dengan pasangan romantis, terdapat unsur ketertarikan fisik dan seksual, komitmen jangka panjang, rasa cinta, rindu, dan gembira yang intens, serta hubungan yang eksklusif. Unsur-unsur tadi termasuk dalam karakteristik passion, yang menjadi kunci pembeda antara hubungan pertemanan lawan jenis dengan hubungan pasangan romantis.

Sedangkan dalam kasus anak atau remaja, perbedaan atas kedua hubungan ini didapatkan dari pengalaman. Pengalaman akan memberikan pemahaman bagi anak mengenai makna dari tiap hubungan. Selain pengalaman secara langsung, pemahaman anak juga dapat dipengaruhi oleh hal lain, misalnya potret hubungan romantis di televisi atau media populer lainnya. Karena itu, anak yang masih jarang menjalin hubungan dengan lawan jenis akan memiliki pemahaman yang berbeda dibandingkan dengan anak yang sudah berkali-kali menjalin hubungan dengan lawan jenis. Terlepas dari berlanjut atau tidaknya hubungan tersebut menjadi hubungan romantis, pengalaman akan membentuk pemahaman anak.

Artikel yang ditulis oleh VARIETY (2016) menjelaskan bahwa perasaan dan tindakan orangtua dalam menjalin asmara akan mempengaruhi anak dalam menjalin asmaranya kelak. Hal ini berkaitan dengan pengalaman anak. Meskipun tidak secara total, ‘contoh dari orangtua’ dapat menggantikan ‘pengalaman secara langsung’ dalam membentuk paham anak terhadap asmara. Oleh karena itu, anak yang kurang pengalaman sekalipun dapat membentuk paham mengenai hubungan romantis selama sang anak mendapatkan role model yang dapat ia ikuti.

Ditambah lagi, konsep anak akan hubungan romantis juga dibentuk oleh nilai dan norma yang ditanamkan orangtua dan budaya sekitar. Meskipun pengaruh media massa maupun internet juga cukup besar, namun anak tetap akan menginterpretasikan paham mengenai asmara ini dalam lingkup yang dianggap wajar oleh orangtuanya. Kesimpulannya, usia, pengalaman, lingkungan, dan pengaruh role model (orangtua) akan mempengaruhi paham anak mengenai asmara dan hubungan percintaan.

Pengaruh Hubungan Orangtua pada Asmara Anak

Berdasarkan penelitian dari Cui & Fincham (2010), perceraian orangtua berhubungan dengan kurangnya sikap positif anak kelak terhadap pernikahan, dan mendorong sikap yang lebih positif terhadap perceraian. Ditambah lagi, orangtua yang sudah bercerai dapat membuat anak kurang bisa menjaga komitmen terhadap pasangannya nanti.

Dengan kata lain, kualitas hubungan anak dengan pasangannya kelak bisa menjadi buruk. Perceraian memberikan dampak yang negatif pada anak, meskipun tidak selalu. Ada juga beberapa kasus yang menunjukkan hubungan romantis anak yang baik-baik saja meskipun orangtuanya bercerai. Kendati demikian, perceraian orangtua memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam membentuk persepsi negatif anak terhadap komitmen dan asmara.

Di sisi lain, hubungan cinta kedua orangtua yang harmonis memiliki kemungkinan besar dalam menghasilkan anak yang memiliki sikap lebih positif dalam menjalin asmara. Dengan kata lain, anak akan lebih dewasa dan tenang dalam menyikapi konflik serta lebih mengasihi terhadap pasangan romantisnya. Persepsi akan cinta yang positif ini dilatarbelakangi oleh kehidupan masa kecil anak yang penuh cinta, rasa nyaman, dan dicintai.

Kendati demikian, berhasil atau tidaknya anak dalam menghadapi konflik tidaklah ditentukan oleh harmonisnya hubungan orangtua saja. Bagaimana orangtua menghadapi konflik justru berpengaruh besar. Menurut Connolly, Craig, Goldberg, & Pepler (1999), harmonisnya sebuah hubungan tidak ditentukan dari nihilnya konflik, melainkan dari cara orangtua menyelesaikan sebuah pertentangan. Hal-hal seperti penggunaan nada bicara, pandangan mata, hingga kontak fisik yang dilakukan di hadapan anak akan turut mempengaruhi bagaimana anak menghadapi konflik percintaannya kelak.

Sukses atau tidaknya anak dalam menjalin asmara kelak sangat dipengaruhi oleh pengaruh pengalaman, termasuk pengalaman pada anak dari mengobservasi orangtuanya. Jadi, bagi para orangtua, berilah anak contoh yang positif dan wariskan pemahaman asmara yang seindah dan sekaya mungkin guna anak lebih memahami cinta dengan sempurna.

Referensi

Connolly, J., Craig, W., Goldberg, A., & Pepler, D. (1999). Conceptions of Cross-Sex Friendships and Romantic Relationships in Early Adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 28(4), 1-13.

Cui, M., & Fincham, F. D. (2010). The differential effects of parental divorce and marital conflicts on young adult romantic relationships. Personal Relationships(17), 331-343.

VARIETY. (2016, December 21). 11 Weird Ways Your Relationship With Your Parents Can Affect Your Romantic Life. Retrieved from BUSTLE