Tidak banyak orang tua yang paham tentang emosi bayi. Hal ini karena cara anak menunjukkan semua emosinya dengan cara menangis dan tertawa. Saat bayi merasa kesal, mereka akan menangis, saat bayi merasa marah mereka juga menangis. Bayi akan tertawa saat mereka memiliki emosi yang senang. Oleh karena itu, para orang tua baru wajib tahu bagaimana mengenali emosi bayi.
Seorang bayi pertama kali hanya dibekali tangis dan tawa. Untuk menunjukkan semua perasaan dan pemikiran bayi hanya bisa diwakili oleh bentuk tangis dan tawa. Hal tersebut karena bayi belum bisa menguasai bahasa untuk mengekspresikan emosinya. Oleh karena itu, tangis dan tawa sering juga disebut sebagai bahasa bayi.
Para orang tua baru harus mulai memahami bahasa bayi ini. Jangan sampai tawa dan tangis direspon dengan cara yang kurang tepat. Hal ini karena banyak orang tua yang terlalu khawatir saat mendengar bayinya menangis. Begitu juga sebaliknya, para orang tua terlalu senang saat mendengar bayinya tertawa. Padahal, tawa dan tangis bayi adalah pesan untuk orang tua agar memahami mereka.
Mengenali Emosi dari Tangis dan Tawa Bayi
Jean Piaget (1940) mengemukakan bahwa tawa bayi adalah bentuk dari cara mereka memahami dunia. Bentuk tawa bayi bisa dianggap sebagai pintu masuk orang tua untuk memahami benak anaknya. Layaknya orang dewasa, bentuk tertawa orang dewasa adalah respon dari lelucon yang dipahami. Oleh karena itu, bayi yang tertawa adalah bentuk lain dari pemahaman mereka dengan keadaan sekitar.
Di sisi lain, tangisan bayi memiliki kompleksitas yang berbeda. Menurut Pricilla Dunstan, seorang musisi asal Australia, ia mengingat ada lima jenis suara tangisan bayi yang memiliki makna berbeda, yakni suara neh (lapar), eairh (nyeri), eh (ingin sendawa), owh (lelah), dan heh (tidak nyaman). Oleh karena itu, ada kajian Dunstan Baby Language atau DBL untuk menguji suara tangisan bayi.
Peneliti dari Institut Teknologi Bandung melakukan penelitian suara tangisan bayi dengan metode LPC dan Euclidean Distance untuk menguji kajian DBL. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan presentasi akurasi suara tangisan neh (lapar) 100%, eairh(nyeri) 100%, eh (ingin sendawa) 80%, owh(lelah) 40%, dan heh(tidak nyaman) 60%.
Fakta tersebut menjadi banyak orang mempelajari tangisan bayi. Seorang dokter bernama Adhiatma Gunawan sering menggunakan dasar DBL ini untuk memberikan wawasan kepada para ibu-ibu sehingga mereka lebih merasa percaya diri saat mengasuh anaknya.
Belajar Mengenali Emosi Anak Adalah Cara Orang Tua Paham Anaknya
Kemampuan bayi memang masih sangat primitive, yakni dengan tawa dan tangis. Namun, tawa dan tangis bayi memiliki karakteristik yang merepresentasikan emosi bayi. Oleh karena itu, para orang tua harus bisa lebih dekat dengan bayinya.
Sebelum bayi menguasai bahasa, orang tua harus bisa bersabar memahami cara bayi berbahasa. Terlebih lagi untuk orang tua yang baru memiliki anak. Orang tua jangan hanya khawatir dan panik menghadapi tangisan. Tapi, orang tua harus bisa memahami kenapa bayi menangis.
Selain itu, tawa bayi bukan hanya sekadar muncul saat digelitik. Para bayi bisa saja tertawa jika dia memahami apa yang dia rasakan, seperti saat orang dewasa yang tertawa karena lelucon yang dipahami.
Dengan kata lain, orang tua harus bisa lebih mengenali bayinya. Jika orang tua bisa mengenali bayinya, maka tidak menutup kemungkinan akan mengenali emosi bayi kesayangannya juga. Layaknya manusia pada umumnya, jika orang tua tidak bisa memahami bayinya makan ia akan bersedih juga.