Ketika anak mengidap penyakit kanker, koordinasi dengan pihak dokter harus dilakukan dengan seksama oleh orang tua. Banyak terjadi masalah dalam hal ini. Sejatinya, orang tua secara langsung akan berperan sebagai perawat nomor satu bagi anak pengidap kanker. Perawatan terhadap penyakit kanker merupakan proses jangka panjang. Anak pasti akan sering pulang-pergi antara rumah dan rumah sakit. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi yang terjalin dengan baik antara orang tua dengan pihak rumah sakit. Pihak rumah sakit yang dimaksud di sini adalah dokter, perawat, serta anggota tim medis lainnya.
Meskipun terdengar sederhana, pada praktiknya, koordinasi yang terjalin antara pihak orang tua pasien dengan pihak dokter kanker anak biasanya tidak selalu berjalan lancar. Beberapa studi meneliti dan menguak beberapa kesulitan yang dihadapi oleh orang tua terkait masalah komunikasi ini. Contohnya seperti perawatan yang tidak konsisten karena adanya pergantian dokter atau pergantian rumah sakit, atau adanya informasi yang kontradiktif dari perawat yang berbeda (Burke, 1999).
Tujuan dari artikel ini adalah mengemukakan mengenai isu yang mungkin terjadi ketika Anda menjadi orang tua dari anak pengidap kanker. Isu yang dibahas adalah isu komunikasi. Harapannya, dengan membaca artikel ini, orang tua jadi lebih siap dengan segala isu yang mungkin terjadi terkait komunikasi dengan pihak rumah sakit, dan agar orang tua bisa memiliki kualitas perawatan yang lebih baik untuk anak mereka.
Isu koordinasi dengan dokter kanker anak
Dalam koordinasi terkait merawat anak pengidap kanker, terdapat banyak isu yang harus diperhatikan oleh orang tua dan dokter. Isu-isu tersebut antara lain ialah:
- Kapan harus optimis dan kapan harus realistis
- Memperhatikan penggunaan bahasa, seperti bahasa medis, bahasa sehari-hari, bahasa verbal, hingga bahasa tubuh.
- Mempertahankan atau menjaga hubungan baik yang terjalin antara kedua belah pihak
- Kompetensi profesional
- Pemberian jeda serta waktu menunggu
- Tata krama dan etika sosial
- Empati
- Tingkat kesepakatan antara pasien dan dokter
Isu yang dihadapi orang tua terkait komunikasi
Dalam jurnalnya yang berjudul Communication Issues Faced by Parents Who Have a Child Diagnosed With Cancer, Clarke dan Fletcher (2003) mewawancarai sejumlah orang tua di Kanada yang memiliki anak yang tengah mengidap kanker dan masih dalam proses perawatan. Orang tua yang dipilih sebagai responden adalah orang tua yang setidaknya sudah menjalani kondisi ini selama paling tidak 5 tahun.
Dari hasil wawancara yang didapat, semua orang tua merasa bahwa komunikasi selalu menjadi isu utama yang mereka hadapi dalam proses merawat anak pengidap kanker, terutama komunikasi dan koordinasi dengan pihak dokter dan rumah sakit.
Isu dalam tahap diagnosis
Isu pertama biasanya terjadi di tahap penentuan diagnosis. Biasanya, diagnosis sebuah penyakit dilakukan dengan lugas dan terus terang. Namun hal ini tidak terjadi dalam diagnosis penyakit mematikan seperti kanker.
Seorang ibu, salah satu responden, suatu hari merasa bahwa anaknya mengidap penyakit serius dan curiga penyakit itu adalah lymphoma karena leher anaknya yang membengkak. Ia membawa anaknya ke dokter berulang kali dan selalu mendapatkan hasil negatif. Dokter selalu berkata, “tidak ada masalah.” Hingga akhirnya sang ibu memaksa agar anaknya dirawat di rumah sakit. Setelah diperiksa dengan tes CAT Scan dan biopsi leher, baru diketahui anaknya mengidap leukimia.
Dalam kasus penyakit kanker, sebuah diagnosis bisa terjadi karena sebuah ketidaksengajaan. Namun sebuah diagnosis kanker juga bisa muncul setelah sebuah proses koordinasi yang panjang dan melelahkan yang melibatkan orang tua dan anak harus berkali-kali mendatangi dokter agar ditanggapi secara serius.
Isu dalam tahap penyampaian hasil diagnosis
Isu berikutnya adalah mengenai penyampaian kabar buruk. Berita mengenai orang yang kita cintai ternyata mengidap penyakit mematikan bukanlah informasi yang sepele. Jika tidak disampaikan dengan cara yang tepat, informasi ini bisa berakibat buruk bagi orang tua maupun pasien.
Salah satu responden menceritakan mengenai pengalamannya menerima kabar dari dokter. “Dokter anak itu tidak berkata apa-apa ketika saya dan anak saya datang ke rumah sakit. Ia menyuruh kami pulang ke rumah. Ketika di rumah, saya dalam kondisi sendiri. Telepon berdering dan ternyata itu adalah telepon dari dokter. Ia bilang ia menemukan gumpalan di ginjal anak saya. Saya langsung terduduk di lantai dapur dan mengamuk seketika. Saya tidak paham. Kenapa ia tidak menyampaikannya di rumah sakit saja secara langsung?”
Banyak orang tua merasa bahwa dokter kanker anak menutup-nutupi informasi yang penting dan mempersulit koordinasi. Mereka merasa para dokter sering menghindari kontak mata dan bicara seadanya. Seringkali orang tua juga merasa tidak dilibatkan dan tidak diberitahu apa-apa meskipun ada rasa curiga. Terkadang gaya penyampaian juga berpengaruh. Beberapa responden mengaku kecewa dengan dokter ketika mereka menyampaikan kabar buruk dengan cara yang dingin, seperti robot.
Komunikasi yang baik
Dalam beberapa kasus, banyak responden yang merasa senang dengan gaya komunikasi beberapa dokter tertentu. Berdasarkan hasil wawancara, disimpulkan bahwa orang tua senang dengan gaya komunikasi yang penuh belas kasih, kejelasan, serta harapan.
Dalam cerita salah satu responden, suster tempat anaknya dirawat sangatlah perhatian. Suster itu mampu menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan si orang tua. Tak hanya itu, suster itu juga mampu menjadi tempat berkeluh kesah yang baik dan penuh kasih sayang. Dalam kesaksiannya, suster itu mengatakan bahwa rumah sakit itu tak hanya merawat pasien, tapi juga merawat keluarganya.
Ketika orang tua merasa tidak didengarkan, diabaikan, atau bahkan direndahkan, orang tua bisa stres dan frustrasi. Padahal di sisi lain, para dokter kanker anak melakukan koordinasi dengan para orang tua untuk turut andil dalam merawat anak di rumah, seperti memberikan obat, memastikan anak bisa makan, minum, dan buang air secara teratur. Karena hal ini, sangat wajar orang tua merasa bahwa mereka juga punya hak bicara perihal keputusan dalam menentukan metode perawatan untuk anak.
Kesimpulannya, isu komunikasi yang dihadapi orang tua dalam merawat anak pengidap kanker biasanya meliputi informasi diagnosis, kontradiksi informasi, komunikasi yang baik, serta perasaan didengarkan dan dihargai.
Orang tua dari anak pengidap kanker biasanya menganggap hubungan yang dijalin dengan pihak rumah sakit merupakan hal yang vital dalam proses merawat anak mereka. Biasanya, orang tua memandang diri mereka sendiri sebagai advokat sekaligus pengasuh anak. Orang tua tentunya merasa perlu mengetahui dan memahami apa yang terjadi pada anak mereka.
Yang orang tua inginkan adalah informasi yang jelas dan konsisten, pertanyaan yang terjawab, serta suara mereka didengarkan dan dihargai.
Referensi
Clarke, J. N., & Fletcher, P. (2003). Communication Issues Faced by Parents Who Have a Child Diagnosed With Cancer. Journal of Pediatric Oncology Nursing, 20(4), 175-191.