Masyarakat Betawi dulu sempat mengenal tradisi berbagi bingkisan yang dikenal dengan sebutan nyorog. Mengapa ‘dulu’? Karena zaman sekarang jarang sekali masyarakat Betawi yang masih mempraktekkan tradisi ini. Padahal, tradisi satu ini sarat akan makna dan manfaat.

Pelaksanaan tradisi nyorog

Seperti apa tradisi nyorog ini? Biasanya, tradisi satu ini dilakukan menjelang Ramadhan. Sederhananya, nyorog merupakan kegiatan berbagi bingkisan dengan sanak saudara maupun tetangga. Bingkisan yang dibagikan pun bermacam-macam. Ada yang memberikan bahan-bahan sembako seperti beras, telur, gula, garam, kopi, dsb. Namun ada juga yang membagikan masakan buatannya, atau bermacam jenis kue.

Hidangan yang dibagikan pun biasanya merupakan masakan khas Betawi, seperti gabus pucung, sayur babanci, soto tangkar, dsb.

Biasanya yang melakukan pembagiannya adalah anak muda atau pasangan muda. Bingkisan ini biasanya diantarkan kepada anggota keluarga yang lebih tua, tokoh daerah setempat, atau orang tua/mertua yang sudah tinggal beda rumah. Tidak jarang tradisi nyorog juga berlanjut menjadi acara makan-makan bersama.

Secara tidak langsung, tradisi nyorog ini menjadi sebuah bentuk penghormatan dari para kaum muda terhadap yang lebih berumur sebagai bentuk pengabdian dan rasa terima kasih.

Tujuan dan makna dari tradisi nyorog

Awalnya, tradisi nyorog ini dilakukan sebagai bentuk budaya untuk saling mengingatkan bahwa bulan Ramadhan akan segera tiba. Jadi bisa dibilang bahwa tradisi ini merupakan suatu bentuk perayaan.

Tak hanya sebagai perayaan guna memperingati datangnya bulan Ramadhan, nyorog juga dilakukan untuk mempererat tali silaturahmi, khususnya bagi para anggota keluarga yang tinggalnya berjauhan. Karena pada zaman dahulu, warga Betawi memiliki tempat tinggal yang berjauhan antara satu dengan yang lainnya. Karena di zaman dulu antara satu rumah dengan yang lainnya paling tidak terhampar hutan atau kebun yang luas.

Wujud usaha untuk menyambangi kerabat di tempat yang jauh ini membuat nyorog semakin bermakna.

Mulai termakan zaman

Sejak awal tahun 2000-an, nyorog semakin sulit untuk ditemui. Padahal zaman dahulu, menjelang bulan Ramadhan, di lingkungan Betawi pastinya banyak sekali kaum muda-mudi yang berseliweran melaksanakan nyorog ini. Namun alangkah sedihnya, saat ini tradisi ini sudah sangat jarang diterapkan.

Meski kini jarang terlihat lagi, sebenarnya tradisi nyorog ini masih diterapkan oleh beberapa kalangan, meskipun sifatnya bukan lagi perayaan, melainkan hanya kegiatan personal.

Salah satu faktor yang membuat tradisi ini mulai tergerus zaman ialah relokasi warga Betawi. Banyak masyarakat Betawi asli Jakarta yang pindah dari luar Ibu Kota, seperti ke Depok, Tangerang, Bekasi, atau Bogor. Faktor lainnya ialah kondisi ekonomi. Banyak yang mengatakan bahwa tradisi nyorog ini biasanya sering dilakukan hanya oleh keluarga yang berada atau cukup kaya. Karena terkadang situasinya terbalik—justru kaum muda yang biasanya kondisi ekonominya masih belum stabil sehingga belum bisa berbagi kelebihannya dengan orang lain.

Tradisi nyorog sebagai bagian dari adat pernikahan

Meskipun tradisi nyorog sudah jarang dilakukan sebagai bentuk menyambut bulan Ramadhan, tradisi ini masih kerap dilakukan sebagai salah satu prosesi tambahan dalam pernikahan adat Betawi. Biasanya, pihak keluarga laki-laki mendatangi keluarga mempelai wanita sebelum lamaran dengan membawa sorogan atau bingkisan makanan.

Nyorog atau sorogan juga bisa diartikan sebagai pengikat atau ‘sogokan’. Dengan kata lain, sorogan ini berfungsi sebagai pengikat mempelai wanita agar bersedia diperistri oleh si mempelai laki-laki.

Selain nyorog, tentunya banyak lagi tradisi atau laku hidup masyarakat Betawi lainnya yang sarat akan makna bagi pribadi dan keluarga. Kehidupan berkeluarga tentunya akan lebih kaya akan warna dengan hadirnya tradisi-tradisi semacam ini. Meskipun tidak diwajibkan untuk dipraktekkan, setidaknya generasi muda perlu diberikan pemahaman akan tradisi leluhurnya.

Referensi

Kautsar, M. (2015, Juni 18). Nyorog, Tradisi Jelang Ramadan yang Terkikis Zaman. Diambil kembali dari Dream.co.id

Satrio, A. D. (2019, Mei 4). Nyorog, Tradisi Orang Betawi Menyambut Bulan Suci Ramadan. Diambil kembali dari Okezone.com