Panggilan untuk anak kecil dalam budaya Jawa seperti ndhuk atau le pasti sering kita dengar jika kita tinggal di tengah masyarakat Jawa. Orang tua Jawa memiliki panggilan kesayangan yang unik terhadap anak di komunitasnya masing-masing. Panggilan ndhuk ditujukan untuk anak kecil perempuan, dan panggilan le ditujukan untuk anak kecil laki-laki.
Panggilan kesayangan ini tidak hanya digunakan antara anggota keluarga. Bagi orang yang lebih tua tanpa ada ikatan darah pun tetap terbiasa memanggil anak kecil dengan panggilan ini. Banyak yang merasa bahwa panggilan ini menyiratkan rasa sayang dan rasa perhatian yang mendalam.
Sebenarnya di berbagai daerah tentunya memiliki panggilan kesayangan masing-masing yang khas. Namun panggilan kesayangan terhadap anak Jawa cukup menarik untuk dibahas, karena mengandung pro dan kontra.
Akar panggilan dari era Jawa – Suriname
Sekitar tahun 1890 – 1939, sekitar 75.000 orang Jawa dibawa ke Suriname dari Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Hingga sekarang, masih ada keturunan bangsa Jawa di sana dan bahasa Jawa pun masih digunakan di sana, meskipun agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa yang diterapkan di Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Penggunaan bahasa Jawa ini pun termasuk panggilan kesayangan terhadap anak. Namun karena adanya perkembangan zaman yang berbeda, panggilan kesayangan pada anak yang digunakan di Jawa-Suriname sudah tidak digunakan lagi di Jawa Indonesia.
Jawa-Suriname menggunakan panggilan cung dan wuk. Cung merupakan kepanjangan dari kuncung dan digunakan untuk memanggil anak laki-laki. Sedangkan wuk merupakan kepanjangan dari bawuk dan digunakan untuk memanggil anak perempuan. Kuncung merupakan panggilan yang melambangkan rambut jambul di atas dahi yang dahulu menjadi gaya cukuran yang sering digunakan anak laki-laki.
Pada sisi lain, sebutan cung juga digunakan untuk menyebut terong, yang sering menjadi simbol alat vital pria. Lain hal dengan panggilan anak laki-laki pada masyarakat Madura, yakni cong. Meskipun ada anggapan bahwa keduanya nyaris sama, yakni merambat dari kata kacung, namun cong atau kacong sendiri memiliki makna yang berbeda. Di Madura, cong atau kacong memiliki makna harafiah keponakan atau anak laki-laki.
Sedangkan bawuk memiliki makna harafiah warna kelabu kotor. Namun seringkali sebutan bawuk menyerempet sebutan wawuk, yang artinya mengarah ke alat kelamin wanita. Di zaman sekarang, panggilan anak Jawa cung dan wuk ini sudah ditinggalkan.
Makna panggilan anak Jawa yang merujuk pada keintiman
Lantas apa makna dari ndhuk dan le? Ndhuk merupakan panggilan singkat dari gendhuk, yakni panggilan yang memiliki makna seorang gadis muda yang dekat dengan orang tertentu—bisa keluarganya, saudaranya, atau majikannya. Selain ndhuk, anak kecil perempuan juga biasa dipanggil nok. Nok kerap merujuk pada alat vital perempuan yang sakral, bersifat pribadi, dan menjadi perlambangan atas reproduksi yang subur, serta keakraban dan keintiman.
Di sisi lain, le merupakan kepanjangan dari thole. Thole merupakan panggilan singkat dari guthule, yang merujuk pada alat kelamin laki-laki. Selain le, anak laki-laki juga biasa dipanggil lik atau nang. Lik merupakan kependekan dari cilik, yang merupakan makna dari alat kelamin anak laki-laki yang masih kecil. Sifat kecil dari anak-anak ini memiliki filosofi bahwa anak masih kecil dan perlu dilindungi dan disayangi. Sedangkan nang merupakan kependekan dari lanang atau nganang, yang artinya laki-laki.
Ndhuk dan le sebagai panggilan kesayangan anak dalam budaya Jawa juga sering digunakan oleh orang tua ke anak, om-tante ke keponakan, kakek-nenek ke cucu, atau bahkan kakak ke adiknya.
Meskipun kebanyakan panggilan kesayangan anak Jawa ini memiliki makna yang merujuk ke alat vital, sama sekali tidak ada konten seksual di baliknya. Justru rujukan pada alat kelamin ini menunjukkan hubungan antara anak dengan orang tua atau orang yang lebih tua sebagai hubungan yang privat, mesra, intim, dan bersifat rahasia. Selain itu, panggilan kesayangan ini juga mengandung harapan agar anak tumbuh besar menjadi anak yang baik, tampan atau cantik, dan penuh kasih sayang dan rasa hormat pada orang lain.
Referensi
Cahyono, D. (2016, April 14). Kuncung – Bawuk. Diambil kembali dari Patembayan Citraleka
Hendro, T. (2007, Juli 27). Ndhuk dan Le. Diambil kembali dari 3an Blog
Sartono, A. (2019, April 26). Arti dan Filosofi Sebutan Nduk, Le, Nok di Masyarakat Jawa. Diambil kembali dari KR Jogja