Proses siraman dalam pernikahan adat Jawa nyatanya memiliki segudang makna. Mungkin banyak dari Anda yang berpikir bahwa masyarakat Jawa terlalu sering menyelipkan makna ke dalam setiap ritualnya. Bahkan hingga terkesan dipaksakan. Berbagai nafas dan gerak memiliki makna dan filosofi di baliknya. Namun faktanya—sadar atau tidak—banyak filosofi dan makna dalam budaya Jawa yang masih memiliki denyut nyata dan aktual.

Termasuk juga proses siraman. Berawal sebagai prosesi yang sakral, hingga kini berevolusi menjadi perhelatan yang dibagikan di media sosial karena menjual dari segi estetika. Namun demikian, makna siraman dalam pernikahan Jawa masih belum kehilangan esensinya. Sebelum kita terjun ke jutaan makna proses siraman ini, ada baiknya kita mengenal dulu, apa itu proses siraman itu sendiri?

Mengenal budaya siraman

Siraman berasal dari kata siram, yang artinya mengguyur atau mandi. Biasanya ritual siraman ini dilakukan sehari sebelum proses ijab kabul. Meski mandi merupakan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari, namun tujuannya dengan siraman agak berbeda.

Dalam keseharian, mandi bertujuan untuk membersihkan kotoran yang melekat di badan agar bersih kembali. Berbeda dengan mandi biasa, siraman dalam upacara pengantin adat Jawa memiliki makna untuk membersihkan jiwa dari noda dan dosa serta segala sifat yang kurang baik. Selain itu, siraman juga bertujuan untuk membersihkan segala gangguan agar di proses pernikahan selanjutnya tidak ada halangan. Semua dilakukan dengan tujuan agar kedua pengantin dapat memulai hidup baru dalam keadaan yang suci dan bersih.

Bila dilihat manfaatnya secara rasional, siraman juga memiliki pengaruh fisik yang positif. Badan yang lemas akan menjadi segar karena terkena siraman air, indera penciuman dimanjakan dengan wangi-wangi bunga sritaman, dan masih banyak lagi.

Makna dan simbol dalam proses siraman adat Jawa

Siraman atau mandi dalam prosesi pernikahan adat Jawa memiliki makna untuk menyegarkan badan. Namun selain menyegarkan, siraman juga memiliki tujuan untuk menyiapkan dan menyegarkan jiwa untuk melangkah pada kehidupan yang baru.

Pelaku siraman, atau yang memandikan, biasanya dipilih dari para sesepuh atau anggota keluarga yang dianggap pantas. Ketika memilih sesepuh pun dipilih sesepuh yang masih bersuami/istri, bukan yang duda/janda. Tujuannya agar perkawinannya panjang umur selayaknya pelaku siraman. Pelaku siraman yang dipilih juga merupakan sosok yang dianggap sukses dalam hidupnya, dengan harapan agar menjadi contoh dan diikuti jejaknya oleh pengantin baru.

Ritual siraman ini juga memiliki banyak sesajen dan printhilan yang memiliki makna yang unik. Contohnya seperti jajanan pasar, pisang raja, air siraman, bunga sritaman, dll.

Makna adanya jajanan pasar dalam proses siraman adat Jawa adalah sebagai simbol pengingat akan kehidupan dunia, serta lambang hubungan manusia dan silaturahmi.

Selain itu, adanya pisang raja dalam sesajen saat siraman menjadi simbol agar mempelai memiliki sifat seperti raja yang adil, berbudi luhur, dan menepati janji. Selain itu pisang juga memiliki filosofi dapat hidup dan tumbuh di mana saja, dan semua bagian pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Harapannya, kedua mempelai dapat mudah beradaptasi dan bisa bermanfaat bagi lingkungannya. Biasanya dipilih pisang raja ayu yang sudah masak, agar mempelai tumbuh memiliki pemikiran yang matang dan dewasa.

Kemudian air siraman yang diambil dari 7 mata air merupakan lambang hidup yang saling menolong. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, dan pertolongan adalah pitulungan. Dalam air siraman ini nanti ditebar bunga sritaman, yakni bunga mawar, melati, dan kenanga.

Bunga melati, memiliki makna melad saka jero ati, yang artinya ketulusan dalam berucap dan berbicara, dari hati nurani yang paling dalam. Bunga kenanga, memiliki makna keneng-e, yang artinya gapailah. Bunga mawar, memiliki makna mawi arsa, yang artinya dengan kehendak atau niat.

Masih banyak lagi makna dalam ritual siraman prosesi pernikahan adat Jawa. Tidakkah menjadi sesuatu yang indah apabila semua harapan dan makna ini tercapai dan diamalkan dengan maksimal dalam kehidupan rumah tangga?

Referensi

Fitriani, E. (2017, November 3). Inilah Makna Ritual Siraman dalam Pernikahan Adat Jawa di Rangkaian Pernikahan Kahiyang Nanti. Diambil kembali dari Tribun Solo

Irmawati, W. (2013, November). MAKNA SIMBOLIK UPACARA SIRAMAN PENGANTIN ADAT JAWA. Walisongo, 21(2), 309-331.

Setyaningsih, E., & Zahrulianingdyah, A. (2015, November). ADAT BUDAYA SIRAMAN PENGANTIN JAWA SYARAT MAKNA DAN FILOSOFI. Teknobuga, 2(2), 1-8.