Pendidikan agama di sekolah di Indonesia merupakan persoalan kurikulum yang cukup pelik. Meski bukan negara berbasis agama seperti Arab Saudi atau Vatikan, Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat yang religius. Indonesia sendiri mengakui 6 agama, di antaranya Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu.
Selain keenam agama tersebut, ada sejumlah aliran kepercayaan yang masih dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Bahkan pada 7 November 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk memperbolehkan aliran kepercayaan dicantumkan di KTP. Aliran kepercayaan tersebut di antaranya, Aluk Todolo (Tana Toraja), Sunda Wiwitan (Kanekes, Banten) Parmalim (Sumatera Utara), Kaharingan (Kalimantan) , Tonaas Walian (Minahasa, Sulawesi Utara), dan Kejawen (Jawa Tengah dan Jawa Timur).
Sebagai negara dengan masyarakat yang religius, Indonesia juga mewajibkan lembaga pendidikan formal di semua jenjang untuk menyelenggarakan pendidikan agama. Kewajiban itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Sayangnya, upaya pemerintah untuk mewajibkan pendidikan agama dipelajari di berbagai jenjang pendidikan belum terwujud secara optimal. Belum optimalnya pendidikan agama di sekolah dapat dilihat dari beberapa contoh sikap masyarakat Indonesia, sebagai berikut.
Kurangnya pendidikan agama di sekolah hasilkan perilaku membuang sampah sembarangan
Contohnya saja, kebiasaan membuang sampah sembarangan. Menurut salah satu Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Ishomuddin, membuang sampah merupakan salah satu bentuk kezaliman yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Hal itu dikemukakan Kiai Ishomuddin ketika menjadi pembicara pada Forum Group Discussion (FGD) di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis 24/1) dengan tema “Konsep Islam tentang Pemeliharaan Lingkungan: Solusi Pengelolaan Sampah Plastik”.
Terkait dengan pengelolaan sampah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah mengeluarkan putusan yang mengharamkan tindakan membuang sampah sembarangan. Keputusan itu dituangkan dalam fatwa MUI bernomor 47 tahun 2014. Putusan itu didasari dari Alquran dan hadist nabi.
Jika pendidikan agama yang dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan sekolah memang berhasil membentuk karakter anak yang bertakwa kepada Tuhan, masyarakat Indonesia bisa lebih tertib dalam pengelolaan sampah.
Kecurangan Ujian Nasional
Meski sudah tidak lagi menjadi syarat kelulusan sejak tahun 2019, masih saja ditemukan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Bahkan, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerima 202 aduan kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2019.
Itu hanyalah jumlah kecurangan yang diketahui dan dilaporkan. Bisa jadi akan ada lebih banyak lagi tindak kecurangan yang tidak ketahuan. Ini jelas kondisi yang memprihatinkan. Pendidikan agama di sekolah tidak hanya mengajarkan tentang tata cara peribadatan saja, melainkan juga akhlak. Akhlak sendiri secara sederhana dapat dipahami sebagai watak, kelakuan, tabiat, perangai, budi pekerti, tingkah laku dan kebiasaan. Jangankan agama, manusia yang nalarnya jalan pun akan menilai bahwa perilaku curang merupakan tindakan yang tidak terpuji.
Kurangnya pendidikan agama di sekolah hasilkan perilaku Hubungan Seksual Usia Dini
Terkait hubungan seksual di luar nikah, tidak ada pertentangan di antara ketiga agama samawi. Baik Islam, Kristen, dan Yahudi, semuanya melarang perbuatan zinah.
Tentang perzinahan di dalam Alquran disebutkan di dalam ayat-ayat:
“…dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” — Al-Isra’ 17:32
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”— An-Nur 24:2
Sementara itu, dalam Alkitab Ibrani dan bagian Perjanjian Lama di Alkitab Kristen tertulis jelas dalam Sepuluh Perintah Allah yang diberikan langsung oleh Allah kepada bangsa Israel di gunung Sinai:
“Jangan berzina.” — Alkitab, Keluaran 20:14. Alkitab, Ulangan 5:18
Sedangkan dalam ajaran agama Kristen, larangan perbuatan zinah tertuang dalam Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas.
“Kamu telah mendengar firman: Jangan berzina.” — Alkitab, Matius 5:27
“Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzina, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” — Alkitab, Markus 10:19
“Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzina, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu.” — Alkitab, Lukas 18:20
Dalil-dalil tersebut mengatakan secara eksplisit tentang larangan zinah atau hubungan seksual di luar nikah. Namun menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, sekitar 2 persen remaja wanita dan 8 persen remaja pria usia 15-24 tahun telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sebanyak 11 persen di antaranya mengaku mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.
Korupsi
Sebagai negara yang dikenal dengan masyarakatnya yang religius, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan angka korupsi terbesar. Menurut data yang dikeluarkan oleh The World Economic Forum pada tahun 2018, Indonesia memiliki skor indeks korupsi sebesar 37 dan berada di peringkat 80 dunia, jika diurutkan dari negara paling bersih ke paling korup. Ini tentu masih sangat buruk, apalagi jika skor sempurna ada di poin 100.
Padahal, Indoensia merupakan negara yang mengirimkan jamaah haji terbanyak, lebih dari 200.000 jamaah haji setiap tahunnya. Ironisnya lagi, sudah ada dua menteri agama di Indonesia dipenjarakan karena kasus korupsi. Mereka adalah Said Agil Husein Al Munawar yang masuk penjara pada 2006, dan Suryadharma Ali yang menerima vonis pada 2016.
Korupsi memang tidak ada kaitannya secara langsung dengan keualitas pendidikan agama di sekolah dalam mengembangkan karakter anak yang bermoral dan bertakwa terhadap Tuhan. Hanya saja, bibit-bibit korupsi bisa tumbuh dari anak yang sudah mulai melakukan tindakan-tindakan tak terpuji, seperti melakukan kecurangan saat ujian. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali bagaimana seharusnya pendidikan agama dilaksanakan di sekolah. Peran orang tua juga sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak sejak dini.
Referensi:
Azizah, Khadijah Nur. 9 Oktober 2018. Gunung Es Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja.
Detiknews. 31 Deember 2014. Woi Catat Baik-baik! Fatwa MUI: Buang Sampah Sembarangan Haram!
Rumangun, Wensislaus Noval. 30 Agustus 2007. 10 Negara dengan jumlah jemaah haji terbanyak, Indonesia nomor berapa?
Sahal, Husni & Rozali, Ahmad. Kamis 24 Januari 2019. Kiai NU: Buang Sampah Sembarangan Merupakan Kezaliman.
Sindonews. 15 November 2017. Babak Baru Penghayat Aliran Kepercayaan di Indonesia.
Sucahyo, Nurhadi. 26 September 2019. Aneh, Masyarakat Religius Namun Korupsi Tinggi.
Tribunnews. 18 Oktober 2018. Ini Dia Daftar 32 Negara Terkorup di Dunia. Indonesia Peringkat Berapa?
Widyanuratikah, Inas. 7 Mei 2019. Kemendikbud Catat 126 Kecurangan Selama Ujian Nasional.