Penulis: Hadafi Farisa R
Editor: Bernadeta Diana
Perilaku anak yang keliru terkadang membuat pikiran kita langsung naik pitam. Namun, kala anak melakukan suatu perbuatan baik terhadap orang lain, kita lupa memberikan pujian sebagai apresiasi. Memang, fokus perhatian seseorang lebih tertuju pada perilaku buruk daripada perilaku baik. Di mata masyarakat, berlaku baik seakan dipandang sebagai sebuah keharusan sehingga seakan tak layak mendapat tanggapan atau apresiasi. Bukankah itu pandangan yang harusnya diluruskan?
Tampaknya, orang tua zaman sekarang perlu berkaca pada tindakan keluarga Dr. Eric Massicotte asal Toronto. Suatu ketika, sang anak yang berusia enam tahun kedapatan menggambar menggambar sebuah rumah di tembok dengan spidol hijau. Alih-alih kesal, sang ibu justru membingkai gambar tersebut, kemudian memberikan keterangan tambahan layaknya karya seni sungguhan.
Memberikan Materi Sebagai Motivasi
Orang tua terkadang menjanjikan sebuah materi sebagai wujud apresiasi terhadap pencapaian atau prestasi anak. Kita mungkin berpikir jika barang kesukaan anak bisa menjadi motivasi besarnya agar terus berprestasi. Contoh sederhana, jika anak memperoleh juara kelas, kita tidak segan untuk menghadiahinya sepeda baru atau justru hadiah jalan-jalan ke tempat wisata.
Seiring bertambahnya usia anak, memang pola pikir anak juga berubah. Sewaktu kecil, anak berpikir jika dia harus berprestasi untuk mendapatkan hadiah dari orang tua. Lama kelamaan, dia juga perlu paham jika orang tua memberikan hadiah sebagai apresiasi atas kerja keras yang dilakukan. Namun, kita tak pernah tahu waktu berubahnya pola pikir anak. Malah bisa jadi bumerang jika pola pikir anak tak berkembang sesuai yang kita harapkan lantaran dia tetap menganggap harus berprestasi hanya demi sebuah hadiah.
Meski motivasi dalam bentuk materi bisa jadi pilihan dalam mengapresiasi, orang tua tidak boleh terjebak dalam pola pikir ini. Saran saja, jika memang orang tua tetap ingin memberi hadiah berupa barang, usahakan untuk memberi barang yang membuat produktivitas anak meningkat. Misalnya memberikan crayon sebagai apresiasi anak yang juara menggambar. Bisa juga membelikan buku bacaan jika anak memiliki hobi membaca buku.
Apresiasi Tak Bersyarat
Hal berbeda diungkap oleh Psikolog kenamaan, Roslina Verauli dilansir dari laman kumparan.com. Menurutnya, orang tua keliru jika memberikan apresiasi anak berupa barang. Pemberian hadiah merupakan wujud cinta bersyarat yang dilakukan oleh orang tua. Ia lebih menyarankan untuk memberikan cinta tak bersyarat sebagai bentuk apresiasi atas segala hal yang telah dilakukan oleh anak. Cinta tak bersyarat diwujudkan dengan bentuk apresiasi berupa perkataan dan tindakan orang tua dengan rasa sayang yang tulus. Ketika anak lebih mencintai keluarga (orang tua) daripada sebuah barang, ini tandanya orang tua berhasil memberikan cinta tak bersyarat untuk anak.
Sebagai hadiah untuk pencapaian anak, sebetulnya orang tua bisa memberikan hal luar biasa secara sederhana. Terkadang mulut ini memang susah untuk mengeluarkan kata-kata positif terhadap anak. Padahal kalimat sederhana berupa pujian atau dukungan tulus bisa berdampak luar biasa. Sebuah penjelasan dikutip dari beritasatu.com, oleh Novita Tandry, Direktur institusi pendidikan anak usia dini Tumble Tots Indonesia mengungkapkan hebatnya pujian orang tua yang diberikan kepada anak. Pujian dan pelukan yang diterima anak semasa kecil akan dia ulangi lagi tatkala dewasa. Ketika dewasa, anak lebih apresiatif terhadap orang lain. Anak yang terbiasa dengan apresiasi juga menjadi lebih percaya diri ketika berada di lingkungan sosial.
Hal sederhana akan menjadi sulit jika kita sebagai orang tua malas membiasakan diri dalam memberikan apresiasi untuk anak. Pemberian apresiasi berupa materi memang tak sepenuhnya salah. Namun demikian, memberi pujian tulus atas apapun prestasi anak tentu dapat sekaligus membuat si kecil merasa lebih dihargai. Membicarakan pencapaian-pencapaian kecil pun dapat menjadi salah satu bahan ketika menjalin komunikasi dengan si buah hati.
Referensi: