Dalam krisis wabah Corona ini, banyak keluarga dengan anak penyandang autisme yang menghadapi banyak kesulitan karena dihentikannya kegiatan sekolah dan layanan lainnya yang biasa didapatkan anak autis. Ditambah lagi, anak penyandang autisme mungkin akan kewalahan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan rutinitas dan lingkungannya.

Meskipun tiap keluarga dan tiap anak penyandang autisme memiliki kebutuhan uniknya masing-masing, namun ada beberapa titik yang bisa diawali oleh para orang tua guna membantu anak autis mereka dalam menghadapi peliknya wabah Corona. Berikut adalah beberapa tipsnya.

1. Buatlah jadwal untuk anak penyandang autisme kala isolasi Corona

Rutinitas dan jadwal yang terstruktur akan membuat anak, khususnya anak penyandang autisme, lebih mudah menghadapi hari-hari Corona. Pertama-tama, Anda perlu menyusun jadwal yang baru. Sampaikan pada anak bahwa ia akan tetap bangun pagi dan bersiap-siap untuk sekolah, namun dilakukan di rumah. Setelah sarapan dan ganti baju, kerjakan pekerjaan sekolah dan PR. Setelah itu, adakan istirahat makan siang dan bermain sejenak.

Disarankan untuk tetap berkegiatan di pagi hari di saat anak masih segar. Sediakan juga waktu untuk menonton film namun batasi. Maksimal 1-2 jam per harinya. Namun tidak kalah pentingnya, sediakan juga waktu untuk berkegiatan sendiri-sendiri. Karena keluarga tinggal bersama-sama dalam satu rumah secara terus-menerus, ruang privasi menjadi sebuah kebutuhan yang penting untuk diperhatikan.

2. Jangan tunjukkan rasa takut atau panik

Anak penyandang autisme lebih rentan menyerap emosi negatif di waktu yang penuh stres karena wabah Corona ini. Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk menunjukkan keberanian dan sikap yang positif. Kendati demikian, bukan hanya itu saja. Orang tua juga perlu meyakinkan anak penyandang autisme bahwa semua akan baik-baik saja. Lakukan ini dengan penjelasan yang mudah dipahami. Jelaskan pada anak autis bahwa kalian akan menghadapi ini bersama-sama dan akan tetap aman dan sehat.

3. Utamakan senang-senang bagi anak penyandang autisme di tengah isolasi Corona

Keseharian yang dipenuhi jadwal dan rutinitas terkadang bisa memicu kebosanan. Meski demikian, jadwal dan rutinitas tetap penting. Triknya adalah dengan menyelipkan permainan dan hiburan di tengah jadwal yang Anda buat. Sesederhana menonton film. Misal ada 3 orang di rumah—ayah, ibu, dan anak. Maka tiap hari setiap orang boleh menentukan film yang akan ditonton bersama hari itu. Atau misal memilih permainan yang akan dimainkan hari itu.

Kesempatan untuk mengambil keputusan sederhana ini akan membantu memberikan distraksi yang menyenangkan bagi anak penyandang autisme dan juga anggota keluarga lainnya di tengah peliknya wabah Corona ini. Tujuan dari adanya jadwal adalah untuk menghindari stres. Jadi, utamakanlah senang-senang daripada kepatuhan terhadap jadwal itu sendiri.

4. Batasi informasi mengenai Corona bagi anak penyandang autisme

Banyak berita yang tersebar mengenai wabah Corona yang mungkin kurang pas untuk dikonsumsi oleh anak penyandang autisme. Jangan awali pagi Anda dan keluarga dengan menonton atau membaca berita. Lebih baik bekerja atau belajar atau bersenang-senang.

5. Tetap bersosialisasi dan beri stimulus

Disarankan untuk tetap mendorong anak penyandang autisme untuk tetap bersosialisasi di tengah isolasi pandemi ini. Ajak anak untuk melakukan video call dengan teman-temannya atau saudara sebayanya. Hal ini bisa membantu menepis kebosanan anak. Beri anak stimulus untuk membahas berbagai hal baru, mulai dari keseharian hingga topik-topik yang belum pernah disentuh sebelumnya.

Poinnya adalah untuk selalu memastikan anak penyandang autisme tidak merasa kehilangan struktur dan rutinitas. Perhatian dari pengasuh merupakan hal yang vital. Semoga Anda dan keluarga sehat selalu!

Referensi

Wallace, D. (2020, April 3). Temple Grandin Has Some Great Tips to Help Kids With Autism Cope During the Coronavirus Quarantine. Diambil kembali dari Parade.com

Vibert, B. (2020, Maret 3). Supporting Children With Autism During the Coronavirus Outbreak. Diambil kembali dari Child Mind Institute